Kisah 2


ALHAMDULILLAH…
BAHTERA RUMAH TANGGAKU
TIDAK JADI KARAM

Di sebuah desa di pinggiran kota Kudus, tinggal seorang yang bertubuh gagah besar, dilihat dari tutur katanya, ia seorang yang santun dan ramah. Ia tinggal bersama istrinya dan anak semata wayangnya di sebuah rumah berlantai dua, cukup mewah di banding rata-rata rumah di samping kanan kirinya. Setiap sore, rumah ini selalu ramai dengan orang-orang yang meminta resep. Maklumlah, karena profesinya adalah dokter. Namun kondisi berbeda terjadi pada pagi hari, rumah ini kelihatan sepi, seperti tanpa penghuni. Karena di pagi hari, ia praktik di sebuah klinik kesehatan milik PPRK (Persatuan Pabrik Rokok Kudus) yang terletak cukup jauh dari rumahnya. Sementara itu, istrinya mendampingi putrinya yang masih sekolah di sebuah taman kanak-kanak di pusat kota.
Sekilas, tampak tidak ada masalah dalam rumah tangga itu. Tetapi, ibarat api dalam sekam. Ternyata kehidupan rumah tangga itu menyimpan segudang masalah yang rumit dan tidak kecil. Semakin bertambah hari, bukannya semakin berkurang, justru semakin bertambah.
Pada suatu malam, di saat saya sedang berada di perjalanan menuju ke kota Demak, tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Setelah saya angkat, penelepon itu menyebutkan dirinya bernama Irfan yang sedang dilanda masalah. Ia meminta kepada saya untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Kemudian saya memberikan waktu kepadanya untuk bisa ketemu langsung, sehingga segala permasalahan bisa diungkapkan.
Pada suatu malam yang telah disepakati, saya berkesempatan untuk datang  ke rumahnya dengan senantiasa memohon kepada Allah SWT segala bimbingan, petunjuk dan jalan keluar yang tepat bagi masalah yang dihadapi oleh keluarga Pak Irfan.
Di awal pertemuan, saya meminta kepadanya untuk menceritakan secara lengkap dan urut masalah yang melanda keluarganya, dari awal hingga masalah ini cukup mengganggu keharmonisan keluarganya. Berikut penuturannya :
“Begini Pak, istri saya itu kok bersikap agak aneh, tidak seperti biasanya. Sekarang ia agak tertutup dengan saya, bahkan ia menjaga jarak dengan saya. Yang aneh lagi, setiap saya pegang, ia menolak dan mengatakan bahwa saya bukan suaminya. Kalau tidur, ia pilih tidur di lantai, atau sebaliknya, saya yang tidur di lantai. Kata-katanya kepada sayapun mulai agak berbeda. Dulu, ia berkata lembut, penuh kesopanan kepada saya. Tapi sekarang, nada bicaranya agak kasar dan berani kepada saya. Kejadian yang paling aneh adalah ketika saya minta ia berbicara jujur tentang masalah apa yang dihadapi dengan saya pegangi kedua tangannya, ia mengatakan tidak ada masalah. Sampai saya agak marah kepadanya. Dalam kondisi seperti itu, ia mencoba melepaskan peganagan kedua tangan tangan saya, kemudian ia lari naik ke lantai dua, katanya mau shalat. Tetapi, ia malah lari menuju ke beranda lantai dua dan langsung terjun ke halaman lantai satu kemudian lari sekuatnya. Saya kejar, sampai saya kehilangan jejaknya. Beberapa waktu kemudian, ia diantar pulang oleh orang kampung ke rumah saya. Anehnya lagi, ia tidak merasakan sakit atau cedera apapun di kakinya atau di tubuh yang lain. Saya jadi pusing Pak. Tolong bantuannya Pak. Konsentrasinya kerja saya jadi terganggu, saya sering ijin, praktek di rumah juga sering tutup. Saya tidak tahu bagaimana solusinya Pak …. “.
Setelah mendengar penuturannya, saya mencoba memberikan beberapa saran dan nasehat tentang tujuan dan hikmah pernikahan hingga bagaimana cara menyikapi permasalahan keluarga sebagaimana yang dihadapi oleh keluarganya. Kemudian saya, meminta ijin untuk bertemu dengan istrinya yang sejak saya datang mengurung diri di kamar, tidak ikut menyambut tamu, atau mungkin tidak tahu kalau ada tamu.
Setelah negoisasi yang dilakukan oleh suaminya, Pak Irfan. Ia mengijinkan saya dengan didampingi oleh suaminya masuk ke kamar. Sesaat kemudian, saya berdialog dengannya cukup panjang untuk mengorek keterangan darinya, apa saja yang ia rasakan. Dari dialog itu, ia agak terbuka membuka permasalahan yang ia hadapi. Ketika saya tanya kenapa Pak Irfan dikatakan bukan suaminya. Ia menjawab betul, karena suaminya tidak memperhatikan dirinya, ia sibuk dengan pekerjaannya, pergi pagi ke tempat kerja sampai sore, sampai di rumah buka praktik hingga malam kemudian tidur. Dan begitu setiap harinya. Katanya lagi, bahwa ia sudah punya suami lagi dari makhluk ghaib yang setiap malam menemaninya tidur.
Saya pun cukup dibuat kaget oleh pernyataannya itu. Kemudian setelah saya berikan beberapa nasehat, saya minta Pak Irfan dan suaminya untuk berbaring kemudian saya bimbing mereka berdua untuk berdzikir kepada Allah SWT, taubat dari segala dosa dan kesalahan yang dilakukan. Kemudian saya bacakan kepada mereka berdua ayat-ayat al-Qur’an dan do’a-do’a yang ma’tsur dari Rasulullah SAW. Setelah prosesi itu saya lakukan, saya bertanya kepada istrinya, dan katanya hatinya sudah agak tenang dan nyaman. Kemudian saya minta kepada Pak Irfan untuk meminta maaf kepada istrinya dan mengatakan kepada istrinya bahwa ia cinta dan sayang dengan mencium keningnya sebagai tanda cinta dan sayang kepadanya.
Setelah kami keluar dari kamar, saya menitipkan beberapa pesan dan nasehat tentang pentingnya keterbukaan dalam keluarga, suami dan istri harus pro-aktif untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh masing-masing suami dan istri, kemudian nasehat khusus untuk suami agar lebih memperhatikan istrinya agar tidak berbuat seperti itu. Saya berharap masalah ini selesai dan mereka berdua hidup dalam keharmonisan dan ketenangan rumah tangga.
Namun harapan saya ternyata belum terwujud. Masalah yang sebelumnya diharapkan selesai, ternyata timbul lagi. Setelah saya dihubungi lagi oleh Pak Irfan, maka pada hari yang disepakati, saya bergegas menuju ke rumahnya.
Pada kali ini, saya ingin mendalami tentang siapa sebetulnya lelaki yang dikatakan sebagai suami ghaibnya itu. Saya mencoba untuk mengorek keterangan dari seseorang yang bernama Noni yang katanya paling dekat dengannya dan sedikit banyak tahu awal mula peristiwa itu terjadi. Noni menuturkan bahwa awalnya ibu ini sedang menyapu halaman depan rumahnya. Pada saat itu, seorang pemuda dengan mengendarai motor melintas di depan rumahnya. Ibu ini cukup tertarik dan terpesona dengan pemuda tadi, kemudian ia menanyakan kepada Noni tentang pemuda itu.
Pada hari-hari berikutnya, setiap ia melihat pemuda itu lewat di depan rumahnya, ia merasa bahagia dan berkeinginan untuk bertemu dan berkenalan langsung dengannya. Bahkan, ia sendiri yang sering menunggu pemuda itu lewat di depan rumahnya. Kegiatan barunya ini, hingga beberapa lama tidak ada yang mengetahuinya, termasuk suaminya, kecuali Noni yang tinggal di seberang jalan depan rumahnya.
Saking kepinginnya untuk bersanding  dan berdampingan dengan pemuda itu, pada saat ia mengantar putrinya sekolah, ia menitipkan putrinya kepada wali murid yang lain untuk mengantarkan anaknya pulang, karena ia punya acara penting. Ternyata, ia pergi ke rumah seorang dukun dan berharap kepadanya untuk menikahkan dirinya secara ghaib dengan pemuda idamannya itu. Sebagai mahar, ia membeli sarung dan baju untuk pemuda itu, tetapi barangnya disimpan di rumah dukun itu.
Keesokan harinya, saya mengajak Pak Irfan untuk pergi ke rumah dukun itu dan meminta penjelasan darinya tentang masalah yang dihadapi oleh istri Pak Irfan hingga saya berhasil meminta mahar yang disimpan di rumahnya. Kemudian kami pulang ke rumah untuk menuntaskan permasalahan. Sesampainya di rumah, saya memberikan penjelasan kepada istrinya perihal hukum nikah secara ghaib dan hal-hal lain yang bisa menumbuhkan kesadarannya untuk kembali ke jalan yang benar. Karena dirasa cukup dan istri Pak Irfan sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan, lantas saya mengusulkan kepada Pak Irfan untuk mengajak istrinya jalan-jalan sebagai refresing dan menghilangkan problem masa lalu.
Beberapa pekan kemudian, Pak Irfan menghubungi saya lagi dan menceritakan perihal keluarganya. Usul jalan-jalan yang pernah saya sampaikan dilaksanakan dengan mengajak istri dan anaknya ke Ngawi, Jawa Timur, daerah asal kelahiran istri Pak Irfan. Sesampainya di sana, apa yang diharapkan oleh Pak Irfan ternyata ditanggapi negatif oleh orang tua istrinya. Orang tua dan adik-adiknya menyalahkan Pak Irfan dan bahkan mengusirnya pulang kembali ke Kudus, ia dituduh sebagai biang permasalahan, tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalannya. Akhirnya, Pak Irfan dengan segala kekecewaan, kepedihan dan kesedihan hatinya, pulang tanpa istri dan anaknya.
Satu pekan telah berlalu, kini Pak Irfan tinggal di rumahnya di Kudus sendirian. Berbagai perasaan menghantui dirinya. Ia coba menghubungi istrinya di Ngawi, tetapi selalu tidak bisa, sepertinya sengaja di putus hubungan antara dirinya dengan istrinya. Saking kalutnya, ia mengubungi saya untuk diajak ke Ngawi dalam rangka membantu menjelaskan duduk persoalannya, sekaligus membawa istri dan anaknya pulang ke Kudus. Sesampainya di Ngawi, tanggapan dan sambutan mertuanya kurang begitu menyenangkan. Saya sudah mencoba menjelaskan maksud kedatangan Pak Irfan dan saya ke Ngawi, dan seandainya bisa, istrinya dibawa pulang ke Kudus. Tetapi, mertuanya tetap tidak mengijinkan dengan alasan anaknya akan diobatkan dulu di Ngawi dan nanti kalau sudah sembuh akan dikembalikan lagi ke Kudus. Yang paling membuat sakit hati Pak Irfan saat itu adalah keinginannya untuk bertemu dengan istri dan anaknya dihalang-halangi, bahkan istrinya disuruh masuk ke dalam kamar dan dikunci dari dalam. Pak Irfan pun setelah gagal bertemu langsung dengan istrinya, akhirnya hanya bisa berbicara dari luar kamar dengan isak tangis, membuat suasana semakin haru.
Saya dan Pak Irfan akhirnya pamit pulang ke Kudus dengan segala kekecewaan yang dirasakan untuk yang ke sekian kalinya. Ia mencoba bersabar sesabar-sabarnya dan memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah SWT agar ia bisa bersama lagi dengan istrinya. Saya pun meminta Pak Irfan untuk menyenangkan hatinya, menyerahkan segala permasalahannya kepada Allah SWT, dengan melakukan ibadah dan dzikir sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah SWT. Saya sangat berharap istri dan keluarganya terbuka hatinya dan berpikir realistis menghadapi kenyataan yang ada, tanpa menyalahkan siapapun. Saya juga berharap masalah Pak Irfan selesai dan ia bisa berkumpul kembali dengan istrinya seperti semula.
Selang tiga bulan tanpa ada kabar, tiba-tiba Pak Irfan menghubung saya lagi dan menceritakan bahwa istrinya dipulangkan ke Kudus di saat ia sedang berada di Surabaya beberapa hari. Pak Irfan meminta saya lagi untuk datang ke rumahnya. Alhamdulillah di suatu pagi, saya berkesempatan datang ke rumahnya dengan harapan masalah-masalah yang menimpa keluarganya diberikan jalan keluar oleh Allah SWT. Ketika saya masuk ke rumahnya, istrinya berada di kamar dan tidak mau menemui saya. Setelah dibujuk dan dirayu oleh Pak Irfan, akhirnya istrinya mau keluar dan dengan berat hati bersedia duduk di atas kursi ruang tamu. Tiba-tiba, istrinya Pak Irfan bertanya: “Bapak ke sini untuk menyembuhkan saya, benar Pak? Saya tidak mau Bapak ke sini hanya menambah masalah. Saya sudah capek diobatkan ke mana-mana, tapi tidak sembuh-sembuh juga”. Saya menjawab: “Insya Allah Bu, kedatangan saya ke sini dalam rangka untuk membantu Ibu dalam menyelesaikan masalah keluarga. Kalau tidak karena itu, saya tidak mau datang ke sini”. Setelah saya menjawab demikian, hati istri Pak Irfan mulai tenang dan menerima kedatangan saya di rumahnya.
Setelah itu, saya minta mereka berdua berwudlu dan duduk berdekatan menghadap ke arah kiblat. Kemudian saya ajak mereka berdua untuk istighfar kepada Allah SWT dari segala dosa dan kesalahan, baik kepada Allah SWT maupun kepada suami atau istri, dengan saya selingi bacaan ayat-ayat al-Qur’an dengan lantunan nada yang syahdu, tiba-tiba istri Pak Irfan menangis dan meminta maaf kepada Pak Irfan karena selama ini telah menyembunyikan banyak hal. Momen itu saya manfaatkan bagi keduanya untuk saling membuka diri, mencurahkan isi hati. Kedua-duanya hanyut dalam evaluasi diri dan saling meminta maaf. Saya tinggalkan mereka berdua sampai semua perasan dan permasalahan ditumpahkan semua.
Beberapa menit kemudian, saya dipanggil oleh Pak Irfan dan menyampaikan kalau ia dan istrinya sudah mengambil komitmen untuk hidup bahagia, tenang, saling membuka diri setiap ada permasalahan dan saling menjaga agar bahtera rumah tangganya tidak karam oleh badai apapun.
Penutur kisah: Ahmad Ahid, Lc


 | Kisah 1 | Kisah 2 | Kisah 3 | Kisah 4 | Kisah 5 |

0 komentar:

Posting Komentar

Ruqyah Syar'iyyah Kudus