ALHAMDULILLAH…
BAHTERA
RUMAH TANGGAKU
TIDAK
JADI KARAM
Di
sebuah desa di pinggiran kota Kudus, tinggal seorang yang bertubuh gagah besar,
dilihat dari tutur katanya, ia seorang yang santun dan ramah. Ia tinggal
bersama istrinya dan anak semata wayangnya di sebuah rumah berlantai dua, cukup
mewah di banding rata-rata rumah di samping kanan kirinya. Setiap sore, rumah
ini selalu ramai dengan orang-orang yang meminta resep. Maklumlah, karena
profesinya adalah dokter. Namun kondisi berbeda terjadi pada pagi hari, rumah
ini kelihatan sepi, seperti tanpa penghuni. Karena di pagi hari, ia praktik di
sebuah klinik kesehatan milik PPRK (Persatuan Pabrik Rokok Kudus) yang terletak
cukup jauh dari rumahnya. Sementara itu, istrinya mendampingi putrinya yang
masih sekolah di sebuah taman kanak-kanak di pusat kota.
Sekilas,
tampak tidak ada masalah dalam rumah tangga itu. Tetapi, ibarat api dalam
sekam. Ternyata kehidupan rumah tangga itu menyimpan segudang masalah yang
rumit dan tidak kecil. Semakin bertambah hari, bukannya semakin berkurang,
justru semakin bertambah.
Pada
suatu malam, di saat saya sedang berada di perjalanan menuju ke kota Demak,
tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Setelah saya angkat, penelepon itu
menyebutkan dirinya bernama Irfan yang sedang dilanda masalah. Ia meminta
kepada saya untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Kemudian saya memberikan
waktu kepadanya untuk bisa ketemu langsung, sehingga segala permasalahan bisa
diungkapkan.
Pada
suatu malam yang telah disepakati, saya berkesempatan untuk datang ke
rumahnya dengan senantiasa memohon kepada Allah SWT segala bimbingan, petunjuk
dan jalan keluar yang tepat bagi masalah yang dihadapi oleh keluarga Pak Irfan.
Di
awal pertemuan, saya meminta kepadanya untuk menceritakan secara lengkap dan
urut masalah yang melanda keluarganya, dari awal hingga masalah ini cukup
mengganggu keharmonisan keluarganya. Berikut penuturannya :
“Begini
Pak, istri saya itu kok bersikap agak aneh, tidak seperti biasanya. Sekarang ia
agak tertutup dengan saya, bahkan ia menjaga jarak dengan saya. Yang aneh lagi,
setiap saya pegang, ia menolak dan mengatakan bahwa saya bukan suaminya. Kalau
tidur, ia pilih tidur di lantai, atau sebaliknya, saya yang tidur di lantai. Kata-katanya
kepada sayapun mulai agak berbeda. Dulu, ia berkata lembut, penuh kesopanan
kepada saya. Tapi sekarang, nada bicaranya agak kasar dan berani kepada saya.
Kejadian yang paling aneh adalah ketika saya minta ia berbicara jujur tentang
masalah apa yang dihadapi dengan saya pegangi kedua tangannya, ia mengatakan
tidak ada masalah. Sampai saya agak marah kepadanya. Dalam kondisi seperti itu,
ia mencoba melepaskan peganagan kedua tangan tangan saya, kemudian ia lari naik
ke lantai dua, katanya mau shalat. Tetapi, ia malah lari menuju ke beranda
lantai dua dan langsung terjun ke halaman lantai satu kemudian lari sekuatnya.
Saya kejar, sampai saya kehilangan jejaknya. Beberapa waktu kemudian, ia
diantar pulang oleh orang kampung ke rumah saya. Anehnya lagi, ia tidak
merasakan sakit atau cedera apapun di kakinya atau di tubuh yang lain. Saya
jadi pusing Pak. Tolong bantuannya Pak. Konsentrasinya kerja saya jadi
terganggu, saya sering ijin, praktek di rumah juga sering tutup. Saya tidak
tahu bagaimana solusinya Pak …. “.
Setelah
mendengar penuturannya, saya mencoba memberikan beberapa saran dan nasehat
tentang tujuan dan hikmah pernikahan hingga bagaimana cara menyikapi
permasalahan keluarga sebagaimana yang dihadapi oleh keluarganya. Kemudian
saya, meminta ijin untuk bertemu dengan istrinya yang sejak saya datang
mengurung diri di kamar, tidak ikut menyambut tamu, atau mungkin tidak tahu
kalau ada tamu.
Setelah
negoisasi yang dilakukan oleh suaminya, Pak Irfan. Ia mengijinkan saya dengan
didampingi oleh suaminya masuk ke kamar. Sesaat kemudian, saya berdialog
dengannya cukup panjang untuk mengorek keterangan darinya, apa saja yang ia
rasakan. Dari dialog itu, ia agak terbuka membuka permasalahan yang ia hadapi.
Ketika saya tanya kenapa Pak Irfan dikatakan bukan suaminya. Ia menjawab betul,
karena suaminya tidak memperhatikan dirinya, ia sibuk dengan pekerjaannya,
pergi pagi ke tempat kerja sampai sore, sampai di rumah buka praktik hingga
malam kemudian tidur. Dan begitu setiap harinya. Katanya lagi, bahwa ia sudah
punya suami lagi dari makhluk ghaib yang setiap malam menemaninya tidur.
Saya
pun cukup dibuat kaget oleh pernyataannya itu. Kemudian setelah saya berikan
beberapa nasehat, saya minta Pak Irfan dan suaminya untuk berbaring kemudian
saya bimbing mereka berdua untuk berdzikir kepada Allah SWT, taubat dari segala
dosa dan kesalahan yang dilakukan. Kemudian saya bacakan kepada mereka berdua
ayat-ayat al-Qur’an dan do’a-do’a yang ma’tsur dari Rasulullah SAW. Setelah
prosesi itu saya lakukan, saya bertanya kepada istrinya, dan katanya hatinya
sudah agak tenang dan nyaman. Kemudian saya minta kepada Pak Irfan untuk
meminta maaf kepada istrinya dan mengatakan kepada istrinya bahwa ia cinta dan
sayang dengan mencium keningnya sebagai tanda cinta dan sayang kepadanya.
Setelah
kami keluar dari kamar, saya menitipkan beberapa pesan dan nasehat tentang
pentingnya keterbukaan dalam keluarga, suami dan istri harus pro-aktif untuk
mengetahui masalah yang dihadapi oleh masing-masing suami dan istri, kemudian
nasehat khusus untuk suami agar lebih memperhatikan istrinya agar tidak berbuat
seperti itu. Saya berharap masalah ini selesai dan mereka berdua hidup dalam
keharmonisan dan ketenangan rumah tangga.
Namun
harapan saya ternyata belum terwujud. Masalah yang sebelumnya diharapkan
selesai, ternyata timbul lagi. Setelah saya dihubungi lagi oleh Pak Irfan, maka
pada hari yang disepakati, saya bergegas menuju ke rumahnya.
Pada
kali ini, saya ingin mendalami tentang siapa sebetulnya lelaki yang dikatakan
sebagai suami ghaibnya itu. Saya mencoba untuk mengorek keterangan dari
seseorang yang bernama Noni yang katanya paling dekat dengannya dan sedikit
banyak tahu awal mula peristiwa itu terjadi. Noni menuturkan bahwa awalnya ibu
ini sedang menyapu halaman depan rumahnya. Pada saat itu, seorang pemuda dengan
mengendarai motor melintas di depan rumahnya. Ibu ini cukup tertarik dan
terpesona dengan pemuda tadi, kemudian ia menanyakan kepada Noni tentang pemuda
itu.
Pada
hari-hari berikutnya, setiap ia melihat pemuda itu lewat di depan rumahnya, ia
merasa bahagia dan berkeinginan untuk bertemu dan berkenalan langsung
dengannya. Bahkan, ia sendiri yang sering menunggu pemuda itu lewat di depan
rumahnya. Kegiatan barunya ini, hingga beberapa lama tidak ada yang
mengetahuinya, termasuk suaminya, kecuali Noni yang tinggal di seberang jalan
depan rumahnya.
Saking
kepinginnya untuk bersanding dan berdampingan dengan pemuda itu, pada
saat ia mengantar putrinya sekolah, ia menitipkan putrinya kepada wali murid
yang lain untuk mengantarkan anaknya pulang, karena ia punya acara penting.
Ternyata, ia pergi ke rumah seorang dukun dan berharap kepadanya untuk
menikahkan dirinya secara ghaib dengan pemuda idamannya itu. Sebagai mahar, ia
membeli sarung dan baju untuk pemuda itu, tetapi barangnya disimpan di rumah
dukun itu.
Keesokan
harinya, saya mengajak Pak Irfan untuk pergi ke rumah dukun itu dan meminta
penjelasan darinya tentang masalah yang dihadapi oleh istri Pak Irfan hingga
saya berhasil meminta mahar yang disimpan di rumahnya. Kemudian kami pulang ke
rumah untuk menuntaskan permasalahan. Sesampainya di rumah, saya memberikan
penjelasan kepada istrinya perihal hukum nikah secara ghaib dan hal-hal lain
yang bisa menumbuhkan kesadarannya untuk kembali ke jalan yang benar. Karena
dirasa cukup dan istri Pak Irfan sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan,
lantas saya mengusulkan kepada Pak Irfan untuk mengajak istrinya jalan-jalan
sebagai refresing dan menghilangkan problem masa lalu.
Beberapa
pekan kemudian, Pak Irfan menghubungi saya lagi dan menceritakan perihal
keluarganya. Usul jalan-jalan yang pernah saya sampaikan dilaksanakan dengan
mengajak istri dan anaknya ke Ngawi, Jawa Timur, daerah asal kelahiran istri
Pak Irfan. Sesampainya di sana, apa yang diharapkan oleh Pak Irfan ternyata
ditanggapi negatif oleh orang tua istrinya. Orang tua dan adik-adiknya
menyalahkan Pak Irfan dan bahkan mengusirnya pulang kembali ke Kudus, ia
dituduh sebagai biang permasalahan, tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan
duduk persoalannya. Akhirnya, Pak Irfan dengan segala kekecewaan, kepedihan dan
kesedihan hatinya, pulang tanpa istri dan anaknya.
Satu
pekan telah berlalu, kini Pak Irfan tinggal di rumahnya di Kudus sendirian.
Berbagai perasaan menghantui dirinya. Ia coba menghubungi istrinya di Ngawi,
tetapi selalu tidak bisa, sepertinya sengaja di putus hubungan antara dirinya
dengan istrinya. Saking kalutnya, ia mengubungi saya untuk diajak ke Ngawi
dalam rangka membantu menjelaskan duduk persoalannya, sekaligus membawa istri
dan anaknya pulang ke Kudus. Sesampainya di Ngawi, tanggapan dan sambutan
mertuanya kurang begitu menyenangkan. Saya sudah mencoba menjelaskan maksud
kedatangan Pak Irfan dan saya ke Ngawi, dan seandainya bisa, istrinya dibawa
pulang ke Kudus. Tetapi, mertuanya tetap tidak mengijinkan dengan alasan
anaknya akan diobatkan dulu di Ngawi dan nanti kalau sudah sembuh akan
dikembalikan lagi ke Kudus. Yang paling membuat sakit hati Pak Irfan saat itu
adalah keinginannya untuk bertemu dengan istri dan anaknya dihalang-halangi,
bahkan istrinya disuruh masuk ke dalam kamar dan dikunci dari dalam. Pak Irfan
pun setelah gagal bertemu langsung dengan istrinya, akhirnya hanya bisa
berbicara dari luar kamar dengan isak tangis, membuat suasana semakin haru.
Saya
dan Pak Irfan akhirnya pamit pulang ke Kudus dengan segala kekecewaan yang
dirasakan untuk yang ke sekian kalinya. Ia mencoba bersabar sesabar-sabarnya
dan memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah SWT agar ia bisa bersama lagi
dengan istrinya. Saya pun meminta Pak Irfan untuk menyenangkan hatinya, menyerahkan
segala permasalahannya kepada Allah SWT, dengan melakukan ibadah dan dzikir
sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah SWT. Saya sangat berharap istri dan
keluarganya terbuka hatinya dan berpikir realistis menghadapi kenyataan yang
ada, tanpa menyalahkan siapapun. Saya juga berharap masalah Pak Irfan selesai
dan ia bisa berkumpul kembali dengan istrinya seperti semula.
Selang
tiga bulan tanpa ada kabar, tiba-tiba Pak Irfan menghubung saya lagi dan
menceritakan bahwa istrinya dipulangkan ke Kudus di saat ia sedang berada di
Surabaya beberapa hari. Pak Irfan meminta saya lagi untuk datang ke rumahnya.
Alhamdulillah di suatu pagi, saya berkesempatan datang ke rumahnya dengan
harapan masalah-masalah yang menimpa keluarganya diberikan jalan keluar oleh
Allah SWT. Ketika saya masuk ke rumahnya, istrinya berada di kamar dan tidak
mau menemui saya. Setelah dibujuk dan dirayu oleh Pak Irfan, akhirnya istrinya
mau keluar dan dengan berat hati bersedia duduk di atas kursi ruang tamu.
Tiba-tiba, istrinya Pak Irfan bertanya: “Bapak ke sini untuk menyembuhkan saya,
benar Pak? Saya tidak mau Bapak ke sini hanya menambah masalah. Saya sudah
capek diobatkan ke mana-mana, tapi tidak sembuh-sembuh juga”. Saya menjawab:
“Insya Allah Bu, kedatangan saya ke sini dalam rangka untuk membantu Ibu dalam
menyelesaikan masalah keluarga. Kalau tidak karena itu, saya tidak mau datang
ke sini”. Setelah saya menjawab demikian, hati istri Pak Irfan mulai tenang dan
menerima kedatangan saya di rumahnya.
Setelah
itu, saya minta mereka berdua berwudlu dan duduk berdekatan menghadap ke arah
kiblat. Kemudian saya ajak mereka berdua untuk istighfar kepada Allah SWT dari
segala dosa dan kesalahan, baik kepada Allah SWT maupun kepada suami atau
istri, dengan saya selingi bacaan ayat-ayat al-Qur’an dengan lantunan nada yang
syahdu, tiba-tiba istri Pak Irfan menangis dan meminta maaf kepada Pak Irfan
karena selama ini telah menyembunyikan banyak hal. Momen itu saya manfaatkan
bagi keduanya untuk saling membuka diri, mencurahkan isi hati. Kedua-duanya
hanyut dalam evaluasi diri dan saling meminta maaf. Saya tinggalkan mereka
berdua sampai semua perasan dan permasalahan ditumpahkan semua.
Beberapa
menit kemudian, saya dipanggil oleh Pak Irfan dan menyampaikan kalau ia dan
istrinya sudah mengambil komitmen untuk hidup bahagia, tenang, saling membuka
diri setiap ada permasalahan dan saling menjaga agar bahtera rumah tangganya
tidak karam oleh badai apapun.
0 komentar:
Posting Komentar